BAHASA ALAY MERUSAK BAHASA INDONESIA?
Nehemia Purnanto, S.S.
Abstrak:
Banyak pendapat yang mengemukakan dampak negatif para alay dalam pemakaian bahasa Indonesia, khususnya dalam dunia maya. Sebenarnya kaum alay tidak pernah merusak bahasa Indonesia, bahasa alay terjadi karena faktor budaya, budaya gaul yang terjadi akhir-akhir ini (peran perkembangan teknologi informasi dan komunikasi turut andil). Menjadi gaul/alay bukanlah suatu kesalahan, bahkan berbahasa gaul/alay juga bukan suatu kesalahan. Hal utama yang perlu diperhatikan ialah bagaimana seseorang menempatkan diri dalam berbahasa. Jika situasi nonformal seperti dalam jejaring sosial, menggunakan bahasa gaul/alay sah-sah saja, namun dalam situasi formal seseorang harus menggunakan bahasa Indonesia yang baku, baik lisan maupun tulisan, yakni sesuai dengan aturan Ejaan Yang Disempurnakan dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Kata Kunci:
bahasa, situasi, budaya, teknologi, gaul/alay, komunikasi, pesan
Pendahuluan
Bahasa merupakan sarana penting yang dimiliki manusia dalam berkomunikasi, bekerjasama dan mengidentifikasikan diri. Menurut M.A.K. Halliday (dalam Sumarlam, 2003:1–3) bahasa memiliki memiliki fungsi perorangan (the personal fungction) memberi kesempatan kepada pembicara untuk mengekspresikan perasaan, emosi pribadi, serta reaksi-reaksi yang mendalam, fungsi instrumental (the instrumental function) menghasilkan kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu, regulasi (the regulatory function) mengatur peristiwa, representasi (the representational function) membuat pemyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan, atau melaporkan realitas yang sebenamya sebagaimana yang dilihat atau dialami orang, interaksi (the interactional function) menjamin dan memantapkan ketahanan dan keberlangsungan komunikasi serta menjalin interaksi sosial, heuristik (the heuristic function) memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan mempclajari seluk—beluk lingkungannya dan imajinatif (the imaginative function) sebagai pencipta sistem, gagasan, atau kisah yang imajinatif. Tanpa bahasa manusia tidak dapat mengekspresikan dirinya, tidak dapat menyampaikan apa yang dipikirkannya, tidak dapat berimajinasi, dan sebagainya.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia yang memiliki kedudukan dan fungsi. Pertama, kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan alat perhubungan antarbudaya antardaerah. Kedua, kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, (UUD 1945, Bab XV, Pasal 36), bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern. Oleh karena itu masyarakat hendaknya menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, bahasa Indonesia juga mengalami perkembangan (bahasa bersifat dinamis). Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menunjukkan jatidirinya dalam peradaban manusia dewasa ini. Diawali dari perkembangan komputer, telepon seluler, hingga internet yang terus juga berkembang, semakin memudahkan masyarakat dalam berkomunikasi, bekerjasama, mengidentifikasikan diri, dan berekspresi.
Perkembangan jaman dan perubahan teknologi informasi dan komunikasi secara tidak langsung membawa perubahan pada bahasa dalam hal ini bahasa Indonesia, sebetulnya tidak hanya bahasa Indonesia tapi bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. Perubahan tersebut tampak pada kalangan Anak Baru Gede (ABG)/remaja (biasanya), saat mengirim short message service (SMS), berkomunikasi dalam dunia maya dengan facebook atau pun twiter. Penulisan dengan banyak penyingkatan, huruf besar dan kecil, huruf dan angka, ataupun dengan istilah-istilah alay tertentu, contohnya: 5Lmt p6.! 5tNy mk4n bbR 4yM DP4n T0k An63rH.. :) artinya ‘selamat pagi.! saatnya makan bubur ayam depan toko anugerah.. :)’, meneketehe artinya ‘mana aku tahu’, Gazebo artinya ‘Gak zelas bo’, brownis artinya ‘brondong manies’, unyu-unyu dan sebagainya. Untuk belajar tulisan alay bisa membuka http://alaygenerator.co.cc/. Penggunaan manipulasi tulisan dan tanda baca, serta istilah-sitilah alay tertentu jika dilihat dari kacamata konvensional yakni tata bahasa baku bahasa Indonesia akan terlihat banyak penyimpangan-penyimpangan. Menurut saya bukan dengan kacamata konvensional yang harus digunakan dalam memandang/mengkaji fenomena bahasa alay, tetapi dengan kacamata inkonvensional. Perubahan (dinamis) bahasa tidak hanya dalam ranah nonformal saja, melainkan dalam ranah bahasa baku juga. Penambahan kosa kata dalam tata baku bahasa Indonesia terus diupayakan oleh Pusat Bahasa. Kata download misalnya dipadankan dengan kata unduh, upload dengan kata unggah, harddisk dengan kata cakram keras, dan lain sebagainya.
Bahasa Alay Mewarnai Ragam Nonformal Bahasa Indonesia
Sejak dari pendidikan dasar sampai kuliah, sering mendengarkan penjelasan tentang bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Pengertian tersebut tidak sepenuhnya salah, namun kurang lengkap, sehingga orang akan menilai bahwa seseorang telah menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar jika sesuai dengan EYD, tidaklah demikian.
Perlu diketahui konsep tentang ragam bahasa yakni ada ragam formal dan ragam informal. Ragam formal biasa juga disebut dengan ragam resmi yakni penggunan bahasa dalam situasi resmi, sedangkan ragam informal/nonformal yang biasa juga disebut dengan ragam tak resmi yakni penggunan bahasa dalam situasi tidak resmi. Dalam situasi formal atau resmi ini bahasa Indonesia yang digunakan seperti dalam jurnal ilmiah, karya tulis ilmiah, surat resmi, pidato resmi, dan sebagainya, semua bentuk komunikasi harus sesuai dengan EYD, sedangkan dalam situasi informal digunakan bahasa Indonesia yang digunakan seperti dalam pembicaraan antara penjual dan pembeli di pasar, bentuk komunikasi tidak harus sesuai dengan EYD. Seperti halnya saat kita dalam berpakaian, tentu saja kita akan memakai setelan baju sesuai dengan acara yang akan kita ikuti, kita akan memakai seragam sekolah saat kita sekolah, baju renang saat berenang, baju kondangan (baju batik misalnya) saat kita menghadiri resepsi pernikahan, baju santai (kaus) saat santai, baju tidur saat kita tidur, bahkan (laki-laki) akan menambahkan dasi yang bagus pada saat menghadiri pertemuan resmi, dan sebagainya.
Jadi pengertian Bahasa Indonesia yang baik dan benar ialah bahasa Indonesia yang digunakan menurut situasinya, jika situasinya formal maka bahasa Indonesia yang digunakan harus sesuai dengan EYD, namun jika situasinya nonformal bahasa Indonesia tidak harus sesuai dengan EYD (http://nehemiap.blogspot.com/search/label/Bahasa%20Indonesia%20Yang%20Baik%20dan%20Benar). Maksudnya, tidak mungkin seseorang saat di pasar menggunakan bahasa yang sesuai dengan aturan EYD, akan terlihat aneh, sebaliknya tidak mungkin juga seorang presiden menyampaikan pidato resmi atau mahasiswa yang menulis Karya Ilmiah dengan bahasa sehari-hari.
Demikian halnya dengan bahasa alay hanya dapat digunakan dalam situasi nonformal saja, seperti berkomunikasi dalam jejaring sosial. Tentunya dalam konteks situasi yang nonformal pula, dengan siapa seseorang tersebut berbicara. Jika dalam jejaring sosial yang diajak berkomunikasi adalah orang yang tidak mengerti bahasa alay, pemakaian bahasa alay tersebut juga kurang tepat digunakan.
Bahasa alay termasuk dalam ragam bahasa nonformal, jika bahasa alay digunakan dalam ragam nonformal akan baik dan benar penggunaannya. Jika bahasa alay digunakan dalam ragam formal, inilah yang disebut dengan kesalahan berbahasa. Penggunaan bahasa yang baik dan benar ialah menurut situasinya (lihat penjelasan tersebut diatas).
Seperti halnya bahasa prokem, bahasa alay dipakai dan digemari oleh kalangan remaja tertentu. Bahasa alay digunakan sebagai sarana komunikasi di antara remaja sekelompoknya dan berfungsi sebagai ekspresi rasa kebersamaan para pemakainya. Bahasa alay tumbuh dan berkembang sesuai dengan latar belakang sosial budaya pemakainya. Hal itu merupakan perilaku kebahasaan dan bersifat universal (http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/lamanv42/?q=node/1244). Kosa kata bahasa alay di Indonesia muncul akibat ekspresi pemakainya (kelompok remaja tertentu). Pembentukan atau susunan kata dan maknanya sangat beragam dan bergantung pada kreativitas pemakainya.
Munculnya bentuk-bentuk manipulasi tulisan seperti bangeeet, panassss, siapa..????, tidak…!!!?!!!, merupakan ekspresi pemakainya karena tanda baca dan aturan penulisan yang diatur dalam EYD dan KBBI kurang mewakili ekspresi mereka. Sehingga tak jarang juga muncul emoticon seperti J, L, :P dan sebagainya untuk menggambarkan perasaan mereka. Bentuk-bentuk tersebut akan dikatakan sebagai penyimpangan jika dilihat dari kacamata EYD dan KBBI. Namun menurut kacamata ragam bahasa, bentuk-bentuk tersebut merupakan variasi yang unik yang terdapat dalam ragam nonformal.
Bentuk-bentuk ekspresif tersebut secara tidak langsung merefleksikan pemakainay yang juga ekspresif dalam berkomunikasi. Coba kita bandingkan bahasa yang digunakan oleh anak muda jaman sekarang dengan anak muda jaman emak babe kita. Tentunya akan banyak berbeda, dalam hal keekspresifan saja jelas anak muda jaman sekarang cenderung lebih ekspresif dalam menyampaikan ide, perasaan, pikiran dan sebagainya.
Kesimpulan
Perkembangan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi merefleksikan perubahan bahasa secara dinamis. Komunikasi yang didukung perangkat berteknologi mampu menciptakan ragam unik yang diprakarsai oleh kaum remaja/ABG pada umumnya. Bahasa alay ialah produk dari dampak kemajuan teknologi tersebut.
Bahasa alay yang digunakan merupakan salah satu ragam bahasa nonformal. Penggunaan bahasa alay dalam ragam nonformal seperti dalam jejaring sosial, sah-sah saja. Jika bahasa alay masuk dalam ragam formal seperti pidato resmi, maka penggunaan tersebut tidak tepat.
Bahasa alay akan mengalami masa “pasang-surut”, tiap generasi memiliki selera dan dinamikanya sendiri, tidak perlu dipersoalkan sebagai sebuah ancaman rusaknya tatanan bahasa, karena hanya bersifat sementara, datang dan pergi dan selalu akan begitu, bahasa alay tidak merusak tata bahasa baku bahasa Indonesia karena bahasa alay termasuk dalam ragam nonformal. Bahasa alay digunakan sebagai sarana komunikasi di antara remaja sekelompoknya dan berfungsi sebagai ekspresi rasa kebersamaan para pemakainya.
DAFTAR PUSTAKA
Adminpusba. 2009. Bahasa Prokem. <http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/lamanv42/?q=node/1244>. Diakses pada Jumat, 7 Januari 2011.
Nehemia Purnanto. 2010. Bahasa Indonesia Yang Baik Dan Benar. <http://nehemiap.blogspot.com/search/label/Bahasa%20Indonesia%20Yang%20Baik%20dan%20Benar>. Diakses pada Jumat, 7 Januari 2011.
Sumarlam. 2003. Analisis Wacana (Teori dan Praktik). Surakarta: Pustaka Cakra.
The Simple "ALAY" Text Generator. <http://alaygenerator.co.cc/>. Diakses pada Jumat, 7 Januari 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar